
Menurut Dadi di Banjarmasian, Rabu, kinerja pertambangan dalam setiap triwulanan terus melambat hingga akhirnya mengalami kontraksi -1,42 pada triwulan akhir 2012.
“Secara keseluruhan, selama 2012 kinerja sektor pertambangan hanya tumbuh sebesar 2,6 persen,” katanya.
Kinerja tersebut jauh di bawah rata-rata pertumbuhan sektor pertambangan selama tiga tahun terakhir yang berada pada kisaran 6,3 persen.
Kondisi itu, kata Dadi, juga memengaruhi perekonomian Kalsel pada tahun 2012 yang tercermin dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat menjadi 5,73 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 2011 yang tercatat sebesar 6,12 persen.
“Perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan, seperti yang kita ketahui bersama, bertumpu pada dua sektor utama, yaitu pertanian 22,68 persen dan pertambangan 21,64 persen,” katanya.
Khusus sektor pertanian, selama lima tahun terakhir mampu tumbuh positif dan relatif stabil sehingga dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian Kalimantan Selatan.
Namun, tidak demikian dengan sektor pertambangan, faktor krisis global yang melanda dunia menyebabkan perlambatan ekonomi di Eropa mulai menjalar ke China yang merupakan salah satu negara tujuan ekspor batu bara terbesar Indonesia.
Kondisi tersebut menyebabkan permintaan dari China berkurang sehingga harga batu bara dunia anjlok.
Berdasarkan data Bloomberg, harga komoditas batu bara internasional sempat jatuh ke posisi 57,01 dolar AS/metric ton pada bulan Juni 2012, atau terendah selama 30 bulan terakhir.
Mengacu pada permasalahan tersebut, Bank Indonesia pada tanggal 4 Juni 2013 mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan judul Prospek Kinerja Sektor Pertambangan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global.
Acara tersebut dihadiri perusahaan swasta nasional di bidang pertambangan, perbankan, dan dinas terkait yang dilaksanakan di ruang rapat lantai 3 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan tersebut. (ant)