
Hal itu disampaikannya, pada sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) setempat di Mahkamah Konstitusi (MK), tentang penyaluran dana bantuan sosial yang dinilai sengaja dilakukan untuk memenangkan calon bupati “incumbent”, sebagai bupati terpilih, Rabu.
Pria yang menjabat marketing pencairan tersebut menerangkan, jika BRI sebagai bank yang ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial langsung pada masyarakat, selama ini bekerja profesional dan tidak pernah terlibat langsung maupun tidak langsung pada kegiatan politik di daerah itu.
Terkait sangkaan yang disampaikan pihak pemohon dalam gugatannya kata Taufik, dinilai mengada-ada dan sangat merugikan citra BRI.
Sebab sepanjang karir pelayanannya di unit tersebut kata Taufik, BRI tidak pernah melakukan pelanggaran prosedur yang bisa berdampak pada permasalahan hukum dan mengganggu sistem pelayanan.
“Saya dan kepala unit yang melakukan penyaluran dana bantuan tersebut secara langsung, kami bekerja profesional dan dipastikan tidak ada pesan politik,” ujarnya dihadapan Majelis Hakim Ahmad Fadlil Sumafi, Patrialis Akbar dan Anwar Usman.
Ia menambahkan, fakta yang terjadi adalah, kebijakan manajemen untuk mengoptimalkan pelayanan, yaitu memindahkan lokasi pencairan dana dari kantor unit tersebut, agar tidak mengganggu rutinitas BRI.
“Kami sengaja meminjam kantor Bappeda di kompleks perkantoran blok plan Molingkapoto, untuk memudahkan penyaluran,” ujar Taufik.
Sidang sengketa pilkada kabupaten tersebut sudah tiga kali berlangsung, dihadiri dua pemohon yaitu pasangan calon nomor urut 1, Idrus Thomas Mopili dan Risjon Sunge, serta nomor urut 2, Thariq Modanggu-Hardi Hemeto.
Serta pihak termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, dan pihak terkait pasangan pemenang pilkada, Indra Yasin-Roni Imran.
Sidang lanjutan akan dilakukan pada Kamis (7/11) pukul 14.30 Wita yang akan menghadirkan saksi tambahan dari seluruh pihak.