SAMARINDA – Insiden longsor di area inlet Terowongan Samarinda yang terjadi sebelum proyek tersebut resmi dibuka menimbulkan pertanyaan besar mengenai kualitas dan ketelitian dalam pengerjaan infrastruktur publik di Kota Tepian.
Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar, menilai kejadian ini harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap setiap tahapan konstruksi, mulai dari perencanaan, eksekusi hingga pengawasan.
“Belum dibuka untuk umum, tapi sudah bermasalah. Ini bukan hanya soal teknis, tapi soal kepercayaan publik terhadap proyek infrastruktur pemerintah,” ujar Deni, Senin (2/6/2025).
Ia menambahkan bahwa area inlet sejak awal sudah dicurigai memiliki kontur rawan longsor, dan hal ini ternyata terbukti.
“Sejak awal 2025, sebenarnya potensi pergeseran tanah sudah terdeteksi oleh pihak kontraktor dan PPK. Artinya ada yang harus dikaji lebih dalam soal mitigasi risiko,” jelasnya.
Deni menegaskan bahwa proyek skala besar seperti terowongan harus memenuhi standar keselamatan paling ketat karena menyangkut keselamatan warga dalam jangka panjang.
Ia juga mendorong agar evaluasi kualitas proyek tidak dilakukan secara parsial atau reaktif setelah terjadi insiden, melainkan menjadi bagian dari sistem kontrol internal yang terintegrasi sejak awal pembangunan.
“Kita tidak bisa menunggu kejadian baru bertindak. Proyek seperti ini harus diuji kelayakannya secara struktural dan geoteknis sebelum dioperasikan,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mendesak agar seluruh pihak terkait terutama Dinas PUPR dan kontraktor pelaksana bertanggung jawab untuk melakukan audit teknis menyeluruh serta melibatkan tenaga ahli independen.
“Kalau ini dibiarkan tanpa pembenahan serius, bukan hanya proyek ini yang gagal, tapi juga reputasi tata kelola pembangunan di Samarinda,” tutup Deni. (Adv/AL)
Leave a Reply