SAMARINDA – Rencana pemerintah pusat memangkas anggaran Transfer ke Daerah (TKD) menuai penolakan dari DPRD Kota Samarinda.
Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, menilai kebijakan itu bakal memperlambat pembangunan di Kalimantan Timur (Kaltim), terutama di ibu kota provinsi.
“Kaltim ini lumbung devisa nasional, tapi justru mau ditekan dengan pemotongan. Ini jelas tidak adil,” ujar Deni, Rabu (17/9/2025).
Ia menegaskan kontribusi Kaltim terhadap APBN sangat besar, namun dana yang kembali ke daerah hanya secuil. Dari ratusan triliun yang disetorkan, kata dia, tak sampai 10 persen yang dialokasikan kembali.
“Angka itu jauh dari kata layak. Minimal 20 sampai 30 persen harus dikembalikan, itu baru proporsional,” tegasnya.
Deni menilai posisi Kaltim yang strategis, serta statusnya sebagai daerah penghasil sumber daya alam utama, seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk memberi perlakuan khusus.
Jika tidak, kata dia, pembangunan di Samarinda dan daerah lain di Kaltim terancam tersendat.
Politisi itu juga mendorong pemerintah daerah tidak hanya menunggu keputusan pusat, melainkan aktif melakukan lobi dan komunikasi politik.
“Gubernur bersama jajaran harus bergerak cepat, jangan sampai kebijakan ini disahkan tanpa perlawanan,” serunya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pemotongan TKD bukan sekadar isu administrasi, tetapi langsung berdampak pada kehidupan masyarakat. Belanja modal, operasional, hingga program pembangunan bisa terganggu.
“Yang paling berat nanti Samarinda, karena jadi pusat aktivitas ekonomi Kaltim,” terangnya.
Deni menutup dengan penegasan bahwa DPRD akan mengawal persoalan ini. “Kami tidak ingin masyarakat yang menanggung beban. Pembangunan harus tetap berjalan, dan hak Kaltim tidak boleh diabaikan,” pungkasnya. (Adv/AL)









Leave a Reply