Pelaku Korupsi Divonis Bebas Pengadilan Tinggi Kaltim, Pokja 30 : Kita Kawal di MA

medianusantara.co

SAMARINDA – Masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) memiliki pertanyaan besar terkait titik akhir putusan Kasasi di Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Tinggi Kaltim bernomor 2/PID.SUS-TPK/2024/PT.SMR yang memutus bebas terdakwa tindak pidana korupsi berdasarkan Putusan Pengadilan Tipikor Samarinda Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Smr.

Di mana, terdakwa melakukan kerugian terhadap negara yakni melalui Perusahaan Daerah (Perusda) PT Migas Mandiri Pratama Kaltim, sebesar Rp10,77 miliar tersebut divonis bebas oleh Pengadilan Tinggi Kaltim.

Kondisi ini pun menjadi preseden buruk atas penanganan tipikor di Kaltim, karena menjadi catatan penegakan hukum terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ataupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena negara tidak berdaya menangani penanggulangan tipikor sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Kasus kerugian negara di dalam tubuh Perusda ini juga mendapat sorotan dari Akademisi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah.

Herdi menilai Mahkamah Agung wajib mempertimbangkan ketentuan putusan Pengadilan Tipikor Samarinda, di mana dalam ketentuan menimbang secara jelas disebutkan bahwa dalam persidangan Majelis Hakim tidak mengumumkan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf.

“Maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuataanya. Sehingga jelas secara ratio decidendi tidak ada keraguan terhadap pidana yang dilakukan terdakwa,” tukasnya, Rabu (2/10).

Sementara, Legal PT Migas Mandiri Pratama Kaltim, Yasa mengaku menyerahkan sepenuhnya penanganan hukum kepada penegak hukum khususnya MA sebagai penjaga marwah atas keadilan di Republik Indonesia.

“Karena sampai saat ini kerugian negara tersebut tercatat sebagai kerugian di PT Migas Mandiri Pratama Kaltim dan menjadi catatan pengurang terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Pemerintah Provinsi Kaltim sesuai dengan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK)”ungkapnya.

Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo turut mempertanyakan perkembangan kasus penanganan korupsi yang merugikan daerah sampai dengan miliaran rupiah.

Pihaknya pun akan tetap mengawal kasus ini, mengingat perkara tersebut kerugian bagi daerah dan rakyat Kaltim. Dalam pembuktian tindak pidana di Pengadilan Tipikor Samarinda telah jelas bahwa PT Multi Jaya Concept (MJC) telah menerima aliran dana sebesar Rp12 miliar dari PT MMP Kaltim.

“Tentunya hakim-hakim di Mahkamah Agung lebih paham mengenai modus-modus tindak pidana korupsi yang menggunakan skema korporasi untuk melakukan tindak pidana korupsi,” tukasnya.

Apabila memang sampai dengan tingkat kasasi Mahkamah Agung meloloskan pelaku tindak pidana korupsi, hal tersebut membuktikan kegagalan penegakan hukum dan kegagalan pemberantasan korupsi di Kaltim.

“Ini juga menambah citra buruk Kaltim, dan masyarakat wajib mempertanyakan tata cara pemilihan Direksi dan Komisaris pada BUMD, jangan sampai BUMD hanya menjadi makanan dan tumbal politik bagi Kepala Daerah untuk menjadi BUMD sebagai sapi perah,” tegasnya.

Untuk itu pihaknya menyatakan sikap, Pertama, agar MA memutuskan perkara berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan PN Tipikor Samarinda.

Kedua, agar MA tegak lurus menegakkan hukum dan keadilan. Tidak terpengaruh dengan kepentingan siapapun, selain mengungkap perkara ini secara terang benderang. MA harus menjaga namabaik, tidak hanya institusi tetapi juga marwah pemberantasan korupsi.

Ketiga, mengajak seluruh masyarakat, khusunya warga kaltim, untuk mengawal perkara ini mengingat segala bentuk penyertaan modal milik daerah merupakan milik rakyat Kaltim.

medianusantara.co Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *