SAMARINDA – Kegiatan belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Samarinda ternyata menyimpan masalah mendasar, seperti jumlah guru berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB) masih jauh dari kebutuhan ideal.
Dari total tenaga pendidik yang ada, hanya sekitar seperempat yang benar-benar memiliki pendidikan formal di bidang PLB. Sisanya berasal dari jurusan umum dan baru mendapatkan pelatihan tambahan setelah mulai mengajar.
Fenomena ini mencerminkan persoalan serupa di seluruh Kalimantan Timur (Kaltim), di mana formasi guru PLB kurang diminati. Kondisi kian diperparah dengan belum adanya perguruan tinggi di wilayah tersebut yang membuka program studi PLB.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi, menegaskan perbedaan besar antara proses belajar di SLB dan sekolah umum.
“Karakteristik pembelajaran di SLB sangat khusus karena siswa adalah anak-anak berkebutuhan khusus. Idealnya, setiap anak mendapatkan pendampingan lebih dari satu pendidik, yakni guru utama serta guru pendamping atau shadow teacher,” jelasnya, Kami (14/8/2025).
Ia menilai, peran shadow teacher krusial dalam membantu guru utama menyesuaikan strategi mengajar sesuai kebutuhan masing-masing siswa.
Pasalnya, mayoritas anak berkebutuhan khusus memerlukan pendekatan yang lebih personal dan intensif. Kekurangan guru bersertifikasi PLB ini, lanjut Ismail, juga dirasakan di sekolah inklusi, yakni sekolah reguler yang menerima siswa berkebutuhan khusus.
“Kondisi ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah kota. Ada anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, namun tenaga pendidiknya masih belum memadai,” katanya.
Ismail menekankan perlunya solusi jangka panjang yang melibatkan pemerintah daerah hingga perguruan tinggi. Persiapan guru PLB, menurutnya, sebaiknya dimulai dari jenjang PAUD sampai SMA, sehingga setiap anak berkebutuhan khusus dapat mengenyam pendidikan yang setara dengan siswa lainnya.
Ia juga mendorong perguruan tinggi di Kalimantan Timur untuk membuka jurusan PLB dan pemerintah memberikan insentif agar formasi guru khusus ini lebih diminati.
“Tanggung jawab kita bersama adalah memastikan semua anak, baik yang berkebutuhan khusus maupun tidak, memperoleh hak pendidikan yang setara dan layak,” tutup Ismail. (Adv/AL)
Leave a Reply