SAMARINDA – Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Samarinda Tumenggung Udayana menyebut bahwa ketika ada aktivis tetapi tidak memilih maka itu merupakan suatu bentuk pengkhinatan terhadap kemajun bangsa.
Hal ini dikatakannya dalam diskusi Jurnalis Milenial Samarinda (JMS) yang bertemakan “Mendorong partisipasi pemilih muda untuk Indonesia emas 2045” menghadirkan narasumber dari Bawaslu Samarinda, Tumenggung Udayana, dan Akademisi Untag 1945 Samarinda, Andy Akbar dan dihadiri seluruh elemen dari mahasiswa, pemuda, dan jurnalis di Warkop Bagios, Samarinda, Senin (12/2/2023).
Tumenggung menjelaskan bahwa anak muda di Indonesia populasinya sangat banyak di pemilu 2024 ini. Karenanya memiliki peran penting untuk memperbaiki bangsa melalui gerakan moril berupa penyaluran hak pilih.
“Jadi kalau tidak memilih itu bentuk pengkhianatan. Aktivis tapi tidak turut serta menyalurkan hak pilih itu sebuah pengkhinatan untuk bangsa ini,” jelas Agung sapaannya.
Alhasil, jika para pemuda khususnya aktivis tidak menggunakan hak pilih maka terjadinya kemunduran berfikir dalam proses memajukan bangsa.
Apalagi menjelang masa pemungutan suara terdapat kalangan kalangan yang mengajak untuk tak menggunakan hak pilih. Dikatakan Agung hal ini sangat mengganggu dan karena terlihat tindakannya seperti ingin menggagalkan pemilu.
“Rakya dipengaruhi oleh kelompok tertentu untuk tak gunakan hak pilihnya itu upaya degradasi terhadap demokrasi di Indonesia,” tegasnya.
“Mari kita kembali mengajak semua relasi untuk tidak golput. Itu hal paling realistis yang bisa kita lakukan,” timpalnya.
Sementara, Akademisi Untag 1945 Samarinda Andy Akbar mengatakan berdasarkan data dari KPU angka golput tahun 2014 yaitu sebesar 30,42 persen. Sedangkan data dari BPS untuk pemilu tahun 2019 yakni turun menjadi 18,02 persen atau 34,75 juta orang pemilih yang lakukan golput se-Indonesia.
Akbar menjelaskan Golput sejatinya dahulu merupakan media protes bagi masyarakat yang geram atas situasi yang ada. Dikarenakan diharuskan memilih salah satu dari banyaknya pilihan pada saat itu.
“Nah kalau sekarang positifnya golput itu kita cuman bisa ada waktu istrahat aja, ga perlu bangun pagi ke TPS. Tapi apakah ada kemajuan? Ya gak ada,” ucap Alumnus Magister Hukum Universitas Indonesia ini.
Ia menyebut jika sebagai anak muda tak mau berjuang untuk menentukan pilihan maka situasi ke depan pun akan tidak diketahui apa yang akan dan dapat dilakukan oleh kalangan milenian serta gen Z ini.
“Dunia itu sekarang ada di gengaman. Langkah paling konkret itu mengajak orang sekitar untuk memilih. Semuanya diawali oleh anak muda. Ayok kita ke TPS 14 Januari. Anak muda gunakan hak pilihnya,” tutupnya.
Leave a Reply